Ini
cerita ku tentang arti sederhana,
Dulu
aku kira menjadi sederhana itu sama dengan tidak menghargai mimpi.
Tidak
punya semangat dalam meraih masa depan yang lebih baik, terkesan membatasi diri
dari kemampuan yang Tuhan berikan. Ternyata aku yang belum paham arti kata
sederhana itu sendiri,
Setelah
milyaran detik yang ku lalui dengan “kebodohan” ku itu kini perlahan aku mulai
belajar arti kata sederhana itu.
Mungkin
karena latar belakang dan masalalu ku yang sedikit kompleks penuh dengan
kesedihan karena dipaksa memahami keterbatasan, aku jadi punya keinginan yang
teramat kuat untuk menjadi sukses- read #kaya. Dulu ketika kecil aku sering
melihat orang-orang disekitarku berkelahi, meributkan hal-hal yang pangkal
permasalahannya adalah karena materi. Bahkan ketika aku kecil ketika sesekali
kedua orang tua ku pulang kampung menemui ku, bukan kehangatan dan kasih sayang
yang mereka tunjukan pada ku, tapi sesekali kata-kata kasar dan perkelahian
mereka perlihatkan di depanku. Ketika itu aku tak bisa mengerti, aku menelan
mentah-mentah segala yang aku lihat, aku selalu berfikir mungkin jika aku kaya
kelak segala masalah dalam hidup ku akan menjadi lebih baik. Ayah ibu ku tidak
bertengkar, kami bisa makan cukup, berlibur atau sekedar bahagia bersama
keluarga yang lainnya.
Mimpi
ku akan kesuksesan berawal dari situ. Semuanya aku ukur dari materi, karena aku
merasakan sendiri betapa sedih dan tak berdayanya aku ketika kecil tanpa
memiliki uang yang cukup bahkan walau hanya untuk makan esok hari. Aku masih ingat betul, sore itu puasa terakhir
di bulan ramadhan aku bertanya pada mama kenapa tak ada baju lebaran baru untuk ku? Sedangkan mama membagikan
banyak bingkisan untuk tetangga-tetangga kami kaum jompo, janda atau saudara
dekat. Kenapa aku anaknya tak ada kah aku dapat baju baru lebaran ini?? Mama ku
menjawab, coba lihatlah tetangga kita, apakah mereka juga hrz berlebaran dengan
baju baru? Jadi orang lihatlah kebawah jangan melihat keatas. Jangan banyak
menuntut ini itu, bersyukurlah. Expresi ku waktu itu sangat kesal, apa salah
ku... aku masih SMP sepertinya saat itu, hari-hari ku sangat melelahkan..
setiap hari aku harus berjibaku dengan sekolah ku yang sangat jauh, harus
mengurus adek ku yang masih dibangku sekolah dasar tingkat satu, setiap pagi
selalu ada “drama” dirumah ku, pernah lihat ibu yang susah payah membangunkan
anaknya yg masih kecil untuk mandi sarapan dan sekolah?? Nah! Tepat seperti itu
juga kerasnya hidup ku dipagi hari. Kau tahu, jarak sekolah dan rumahku
sangattt jauhhh, bahkan tak terbayangkan jika kini aku ulang kembali apakah aku
mampu.. makanya dulu aku kurus hahahha.. ternyata itulah rahasianya, setiap
hari bekerjaran dengan waktu mengayuh sepeda, dikejar anjing. Hah! Kenangan itu....
seumur hidup aku tak kan bisa lupa. Apakah berlebihan jika aku ingin bahagia di
hari special itu? Ku rasa tidak.. mama ku menjawab dengan retorika yang kini
aku tau itu mungkin baik, tp tak tepat untuk ku mendengar diwaktu itu. Aku kesal
sekali, aku jawab ibu ku dengan perasaan kecewa di dada, mama jika kau hanya
berfikir seperti itu terus, kita tak punya masa depan.. kita tak bisa jadi
lebih baik. Jangan mau seperti ini terus seperti orang-orang desa tak ada
perubahan yang berarti dalam hidup. Kita harus punya keinginan besar jika ingin
besar, jangan nerima-nerima ajah. Kurang lebih itu yang aku sampaikan pada mama
ku.
Ternyata
aku salah, dan mama ku yang lebih bijak..
Aku
sadari setelah usia ku 24 tahun, setelah banyak pelajaran yang aku rasakan
sendiri.
Selama
ini aku seolah berdiri di kaki ku sendiri, aku berlari tak tentu arah sesuka
hati. Melakukan apapun untuk membahagiakan dan memuaskan hidupku sendiri. Hidup
ku jadi g sesimple itu, banyak yang harus aku korbanku, aku harus membayar
mahal untuk sebuah kebahagian yang berlebihan. Setelah segala hal yang
terjadi, setelah runyam dan kompleks
baru aku sadar.. sederhana itu indah dan mewah.. cukup Allah sebagai penlindung
dan tujuan hidup, tak perlu berlebih-lebihan..
Mama,
meskipun aku sempat sangat kecewa pada mu, tak setuju dengan pendapat mu, tapi
kini aku ucapkan terimakasih pada mu karena telah mengajarkan kesederhanaan
pada ku, bahkan sejak kecil. Aku terima jika masa kecil ku tak bisa kembali,
aku terima jika jalan hidup ku yang dulu harus berliku, aku terima jika kau dan
aku tak seerat hubungan orang tua pada umumnya aku akan memperbaikinya. Terimakasih
mama, kesederhanaan mu akan aku pelajari dan aku terapkan perlahan...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar