Sabtu, 01 Agustus 2015

Cerita ku tentang kesederhanaan

Ini cerita ku tentang arti sederhana,
Dulu aku kira menjadi sederhana itu sama dengan tidak menghargai mimpi.
Tidak punya semangat dalam meraih masa depan yang lebih baik, terkesan membatasi diri dari kemampuan yang Tuhan berikan. Ternyata aku yang belum paham arti kata sederhana itu sendiri,
Setelah milyaran detik yang ku lalui dengan “kebodohan” ku itu kini perlahan aku mulai belajar arti kata sederhana itu.

Mungkin karena latar belakang dan masalalu ku yang sedikit kompleks penuh dengan kesedihan karena dipaksa memahami keterbatasan, aku jadi punya keinginan yang teramat kuat untuk menjadi sukses- read #kaya. Dulu ketika kecil aku sering melihat orang-orang disekitarku berkelahi, meributkan hal-hal yang pangkal permasalahannya adalah karena materi. Bahkan ketika aku kecil ketika sesekali kedua orang tua ku pulang kampung menemui ku, bukan kehangatan dan kasih sayang yang mereka tunjukan pada ku, tapi sesekali kata-kata kasar dan perkelahian mereka perlihatkan di depanku. Ketika itu aku tak bisa mengerti, aku menelan mentah-mentah segala yang aku lihat, aku selalu berfikir mungkin jika aku kaya kelak segala masalah dalam hidup ku akan menjadi lebih baik. Ayah ibu ku tidak bertengkar, kami bisa makan cukup, berlibur atau sekedar bahagia bersama keluarga yang lainnya.

Mimpi ku akan kesuksesan berawal dari situ. Semuanya aku ukur dari materi, karena aku merasakan sendiri betapa sedih dan tak berdayanya aku ketika kecil tanpa memiliki uang yang cukup bahkan walau hanya untuk makan esok hari.  Aku masih ingat betul, sore itu puasa terakhir di bulan ramadhan aku bertanya pada mama kenapa tak ada baju lebaran  baru untuk ku? Sedangkan mama membagikan banyak bingkisan untuk tetangga-tetangga kami kaum jompo, janda atau saudara dekat. Kenapa aku anaknya tak ada kah aku dapat baju baru lebaran ini?? Mama ku menjawab, coba lihatlah tetangga kita, apakah mereka juga hrz berlebaran dengan baju baru? Jadi orang lihatlah kebawah jangan melihat keatas. Jangan banyak menuntut ini itu, bersyukurlah. Expresi ku waktu itu sangat kesal, apa salah ku... aku masih SMP sepertinya saat itu, hari-hari ku sangat melelahkan.. setiap hari aku harus berjibaku dengan sekolah ku yang sangat jauh, harus mengurus adek ku yang masih dibangku sekolah dasar tingkat satu, setiap pagi selalu ada “drama” dirumah ku, pernah lihat ibu yang susah payah membangunkan anaknya yg masih kecil untuk mandi sarapan dan sekolah?? Nah! Tepat seperti itu juga kerasnya hidup ku dipagi hari. Kau tahu, jarak sekolah dan rumahku sangattt jauhhh, bahkan tak terbayangkan jika kini aku ulang kembali apakah aku mampu.. makanya dulu aku kurus hahahha.. ternyata itulah rahasianya, setiap hari bekerjaran dengan waktu mengayuh sepeda, dikejar anjing. Hah! Kenangan itu.... seumur hidup aku tak kan bisa lupa. Apakah berlebihan jika aku ingin bahagia di hari special itu? Ku rasa tidak.. mama ku menjawab dengan retorika yang kini aku tau itu mungkin baik, tp tak tepat untuk ku mendengar diwaktu itu. Aku kesal sekali, aku jawab ibu ku dengan perasaan kecewa di dada, mama jika kau hanya berfikir seperti itu terus, kita tak punya masa depan.. kita tak bisa jadi lebih baik. Jangan mau seperti ini terus seperti orang-orang desa tak ada perubahan yang berarti dalam hidup. Kita harus punya keinginan besar jika ingin besar, jangan nerima-nerima ajah. Kurang lebih itu yang aku sampaikan pada mama ku.

Ternyata aku salah, dan mama ku yang lebih bijak..
Aku sadari setelah usia ku 24 tahun, setelah banyak pelajaran yang aku rasakan sendiri.
Selama ini aku seolah berdiri di kaki ku sendiri, aku berlari tak tentu arah sesuka hati. Melakukan apapun untuk membahagiakan dan memuaskan hidupku sendiri. Hidup ku jadi g sesimple itu, banyak yang harus aku korbanku, aku harus membayar mahal untuk sebuah kebahagian yang berlebihan. Setelah segala hal yang terjadi,  setelah runyam dan kompleks baru aku sadar.. sederhana itu indah dan mewah.. cukup Allah sebagai penlindung dan tujuan hidup, tak perlu berlebih-lebihan..


Mama, meskipun aku sempat sangat kecewa pada mu, tak setuju dengan pendapat mu, tapi kini aku ucapkan terimakasih pada mu karena telah mengajarkan kesederhanaan pada ku, bahkan sejak kecil. Aku terima jika masa kecil ku tak bisa kembali, aku terima jika jalan hidup ku yang dulu harus berliku, aku terima jika kau dan aku tak seerat hubungan orang tua pada umumnya aku akan memperbaikinya. Terimakasih mama, kesederhanaan mu akan aku pelajari dan aku terapkan perlahan... 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

In the end of December 2021

Hi! I am comeback again. Setelah sekian lama tidak berkabar di blog ini, bahkan mungkin aku lupa pernah punya blog ini hehe. Hmm.. kamu gima...